Kisah Om Angger

Om Angger datang untuk Anda. dapatkan renungan, sharing-sharing menarik, opini dan brita-brita dari lingkungan seputar saya

Mengenai Saya

Foto saya
Ga' rugi Kamu kenal ama aku, cowo kece dengan perut tambun yang doyan fotografi dan cinematografi(bisa-bisa kamu jadi model foto atau bintang filmku). Dulu aku sempet juga ikut seminarium Symphoni Orkestra pegang timpani, juga terdaftar sebagai dewan pendiri koran Seminari(Jendela) sebagai fotografer. Sampe sekarang masih terdaftar sebagai calon IMAM. maunya......

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk apresiasi saya terhadap UFO 2009 dan tanggung jawab saya sebagai peserta utusan dari Keuskupan Surabaya. Saya diminta secara khusus oleh fr. Heri selaku PemRed Salus yang baru (eetthh..sangar) untuk berbagi pengalaman iman dan refleksi. Permintaan itu dilayangkan lewat Chating pada tanggal 3 September 2009 saat saya sedang mengupdate segala informasi tentang UFO 2010.

 

Loe-loe teh kanca rika rek![1]

Saya sungguh merasa sangat bahagia dan bangga bisa terlibat dalam UFO 2009. Bagi saya pengalaman ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dan penuh makna. Pengalaman selama kurang lebih 6 hari bagi saya tak akan pernah terbayar oleh jutaan rupiah sekalipun. Kalau boleh sedikit meniru untaian kata-kata di Mazmur, saya akan mengidungkan “lebih baik 1 hari ikut UFO dari pada seribu hari di tempat lain!�. Apakah kata-kata itu berlebihan? Saya rasa tidak!  Ada bersama puluhan teman satu panggilan yang bersama-sama sedang mencoba menjalani tawaran Tuhan untuk menjawab panggilan-Nya, ialah alasannya. Sebenarnya situasinya tidak jauh berbeda dengan situasi di Seminari Tinggi Interdiocesan Beato Giovanni XXIII Malang, Jawa Timur, tempat saya tinggal. Puluhan frater dari berbagai keuskupan (Surabaya, Malang, dan seluruh keuskupan Regio Kalimantan) hidup bersama, berdoa, belajar dan mengembangkan panggilan dalam satu atap. Permasalahhnya bukan hanya karena saya mendapatkan teman-teman baru. Bagaimana tidak, hampir 50 % dari peserta UFO sudah saya kenal jauh sebelum UFO 2009.

Lalu apa sebenarnya yang istimewa dari UFO 2009? Nah pertanyaan inilah yang membuat saya bingung. Di satu sisi rasa-rasanya biasa saja. Namun, di sisi lain terasa sangat istimewa. Kendati demikian, tidak mungkin saya mengungkapkan dua hal yang berbeda pada saat yang bersamaan dari sudut pandang yang sama pula, tidak sesuai dengan prinsip Non-kontradiksi dalam istilah Logika. Inilah yang dinamakan Undefineted moments. Pengalaman yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Semua ini masalah rasa. Rasa hanya bisa dirasakan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dapatkah anda mendefinisikan rasa coklat? Jika anda mengatakan coklat itu manis, lalu apa bedanya dengan gula pasir, gula jawa dan tebu? Coklat, ya coklat tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Jika ingin tau rasanya coklat rasakan sendiri coklat itu. Nah, ingin tau gimana rasanya UFO? Rasakan sendiri kedasyatannya! Sungguh sama sekali tidak ada keluhan dan ungkapan rasa sesal yang sempat keluar dari dalam hati saya. Semua rangkaian acara UFO 2009 dapat saya rangkum lewat kata-kata Beato Giovanni XXIII “laetitia fillia dei!� Kegembiraan anak-anak Allah. Kegembiraan itulah yang jelas terpancar dari UFO 2009. Bagaimana kami disambut dengan senyuman, bergulat dengan tawa setiap hari (bahkan saya sempat merasakan bagaimana ditertawakan di hari ulang tahun saya), selain itu tak lupa kami selalu berusaha membalas cinta setiap saat dari dan untuk orang-orang disekitar kami.

Bukan hanya pengalaman ekistensial

Dua kata yang kerap kali didengungkan oleh rekan-rekan frater yang lain ialah €œPengalaman Eksistensial€�. Saya sempat bertanya apakah ini yang ingin dikejar dari UFO 2009? Apakah Pengalaman Eksistensial inilah yang menjadi Roh seluruh rangkaian acara enam hari ini? Saya rasa terlalu miskin kalau hanya pengalaman eksistensial yang didengungkan selama UFO 2009. Saya pribadi menemukan bahwa selain pengalaman Eksistensial terdapat pengalaman Iman. Pengalaman iman ini saya rasa juga cukup mendominasi jalannya seluruh rangkaian acara tersebut. Pengalaman iman itu muncul akibat stimulus yang saya terima dari lingkungan di luar diri saya. Stimulus tersebut kemudian masuk dan menggetarkan dinding-dinding batin refleksi saya. Dari sanalah saya bisa semakin merasakan hidup iman yang baru. Coba perhatikan cuplikan dialog, yang samapi saat ini masih terekam dalam benak saya. Dialog antara saya dan seorang petani Tua:

Saya  : Pak, kalau misalnya bapak dapet kesempatan milih kerja, Bapak mau kerja apa?

Petani tua : wah, kalau saya tetap milih tani ter. karena kalau mau kerja yang lain butuh modal yang besar. Gusti Allah sudah memberi saya bakat tani dan alam untuk saya olah. Pemberian-nya itu sudah Ia siapkan jauh sebelum saya lahir. Bakat tani dan lahan ini sudah turun temurun sejak simbah-simbah saya ada. Semuanya turun menurun. Tuhan sudah memberi kita tinggal mengoptimalkan. Kula mung nrimo...

Saya : tapi dari hasil tani saja apa cukup pak?

Petani tua : Ya jelas tidak cukup frater! Pemasukan itu tidak tetap. Pengeluaran juga ga tetap bisa Rp. 100.000,- untuk 1 hari kadang juga ga ada pengeluaran. Kalau bicara pemasukan dan pengeluaran itu ga pasti. Hanya satu yang pasti! Pasti kurang itu aja...

Saya : koq bapak tidak kelihatan sedih?

Petani Tua : untuk apa sedih frater? Apa kalau kita sedih lalu itu bisa membuat kita kaya raya? Dari pada sedih mending digunakan utnuk nyambut gawe. Sapa ngerti malah untung...

Dialog singkat di atas tidak hanya membawa saya pada sebuah pengalaman eksistensial semata. Dialog di atas justru membawa saya pada sebuah pengalaman iman. Satu hal sederhana yang secara langsung menampar diriku dengan kata-kata “sudahkah engkau bersyukur?�. Hal sederhana yang mengingatkanku pada pelajar filsafat di kelas bahwa segala actus memiliki potensi, dan potensi itulah yang harus dikembangkan. Saya bukanlah sebuah actus purus (actus murni) yang sudah sempurna sehingga tidak perlu mengembangkan potensi-potensi. Hal sederhana yang juga mengajak saya untuk memikirkan segala tindakkan saya, mengajak untuk tidak hanya berhenti pada gembira atau sedih. Ambil saja contoh, apakah dengan merasa sedih atas prestasi saya yang menurun, akan membuat Prestasi saya langsung berubah menjadi luar biasa? Belajar dari pengalaman petani di atas, saya rasa, bergulat dengan kesedihan itu tidak perlu. Hanya diperlukan usaha lebih giat untuk mendapat prestasi yang luar biasa. Ya, hanya berusaha bukan bersedih!

 

Trima Kasih UFO...

UFO 2009 lalu adalah UFO pertama dalam hidup saya, semoga juga bukan UFO terkakhir untuk saya. Bagi saya UFO merupakan sarana belajar yang mengasyikkan. Saya belajar banyak dari UFO 2009. Andaikan ada peserta yang merasa tidak mendapatkan pelajaran apapun dari UFO 2009, hal tersebut semata-mata karena pribadi tersebut tidak pernah mau belajar! Terima kasih banyak kami haturkan kepada semua pihak yang turut mensukseskan UFO 2009, seluruh keluarga besar Keuskupan Agung Semarang secara umum dan kepada seluruh masyrakat dan umat di Paroki Sumber selaku tuan rumah, para frater Seminari Tinggi Kenthungan selaku panitia, para peserta UFO 2009 dari berbagai keuskupan di Jawa, kepada Tim E-GSPI dan Tuk Mancur dan keluarga-keluarga yang telah banyak mengajari dan mendampingi kami. Kami sangat bersyukur pernah bertemu Anda sekalian. Terus terang kami tidak terima atas perlakuan baik Anda sekalian selama UFO 2009. Tunggu pembalasan kami pada UFO 2010 di Surabaya!


[1] Kalian semua teman saya! (diambil dari percampuran bahasa budaya anak jakarta, jawa barat, purwokerto, DIY, dan Jawa Timur)

About this blog

Nah... Hari ini akan menjadi hari terhebat bagi Anda dan saya. Koq bisa? ya karena hari ini Anda telah membuka Blog saya. Saya percaya, Anda akan mendapat rahmat setelah membuka blog saya. Paling tidak itulah kebiasan saya, mendoakan orang yang mengunjugi blog saya. Selain itu kesediaan Anda membuka blok ini membuat saya bangga karena suara dan kata-kata saya dibaca orang lain....

Bolo-boloku...