Minggu pagi 8 maret... tiba perut saya sakit ...bukan karena sambal, bukan karena salah makan..ini semua karena melihat iklan diri para caleg...
Caleg artis
Terpilihnya Arnold Swasieneger menjadi gubernur suatu negara bagian di Amerika Serikat secara tidak langsung mempengaruhi iklim politik di Indonesia. Arnold Swasieneger, si rambo itu menjadi inspirasi bagi sejumlah artis di indonesia. Pribadi Arnold beberapa kali dikutip oleh sejumlah artis yang memasuki dunia politik. Fenomena artis di kancah politik Indonesia di warnai oleh pribadi-pribadi seperti Rano Karno, Dede Yusuf (keduanya terbilang berhasil karena mampu memenangkan Pilkada), Saiful Jamil, Shanas Haque, Adjie Masaid, Agelina Sondakh, dll. Sebenarnya ada apa dibalik fenomena ini? Berikut beberapa alasan mengapa beberapa artis tersebut berani masuk dalam kancah politik:
1.Artis-artis yang mencalonkan diri sebagian besar merupakan artis-artis era 90-an. Lihat saja Rano Karno yang melejit lewat Si Doel Anak Sekolahan, Dede Yusuf dalam Deru Debu. Dua artis tersebut melejit lewat debutnya dalam dunia peran pada tahun 1990. Yang ingin dikatakan fakta tersebut ialah bahwa jaman kejayaan mereka ada pada tahun 1990 sedangakan tahun 2000-an bukan lagi jaman kejayaan mereka sebagai artis. Saya rasa fakta tersebut semakin kuat dengan tidak adanya wajah mereka dilayar kaca pada tahun 2000-an. Intinya di tahun 2000-an mereka telah redup. Sekarang mari kita bandingkan! Rano Karno, Dede Yusuf, Saiful Jamil, Shanas Haque, Adjie Masaid, Agelina Sondakh, merupakan sederetan nama yang jarang terdengar di era 2000-an. Nama mereka kalah dengan artis-artis baru seperti Cinta Laura, Luna Maya, Olga Saputra, Ruben Onsu serta sederetan artis lain yang sedang masyur di era 2000-an. Intinya para artis yang masuk kedalam kancah politik adalah mereka yang kalah pamor dan ingin mendapatkan kembali pamornya seperti jaman kejayaan mereka dahulu.
2.Dengan redupnya pamor mereka sudah dapat dipastikan bahwa pemasukan mereka juga berkurang. Oleh karena itu menjadi wakil rakyat atau p
ejabat pemeritahan daerah menjadi pilihan mereka. Pilihan mereka sebagai wakil rakyat bukan berasal dari kesadaran mereka akan potensi diri tapi justru berangkat dari obsesi yang tidak sehat, jabatan, penghormatan dan materi. Bila mereka mengatakan bahwa mereka ingin menjadi wakil rakyat karena mereka punya keprih
atinan, saya rasa tidak hanya mereka yang memiliki keprihatinan terhadap bangsa. Saya yakin keprihatinan yang sama juga dirasakan dan dimiliki oleh tukang becak, pemulung, serta orang-orang yang kecil, lemah miskin dan tersingkir lainnya. Sekali lagi keinginan, atau lebih tepat obsesi, mereka menjadi wakil rakyat bukan berangkat dari prestasi atau keprihatinan melainkan dari rasa haus akan jabatan, penghormatan dan materi yang bakal mereka dapatkan dari obsesi tersebut.
3.Mereka berani maju karena mereka punya penggemar. Seseorang yang berani mencalonkan diri pastinya memiliki modal. Modal disini tidka hanya modal dalam bentuk materi, karena itu pasti! Modal yang lain yang tidak kalah penting ialah dukungan. Para artis tua yang melejit beberapa tahun yang lalu tersebut sudah kita ketahui bahwa mereka punya banyak penggemar. Dan pastinya para penggemar itu bisa dengan mudah mendukung idolanya. Inilah yang menyebabkan mereka semakin terdorong untuk maju. Bandingkan saja dengan saiful jamil yang beberapa saat lalu juga mencoba merambah daerah politik! Ia artis baru, pendukungnya masih sedikit, akibatnya dia gagal maju sebagai pimpinan sebuah daerah di Jawa Barat.
Caleg/politikus artis hanya belajar, bukan untuk menerapkan pengetahuan
Dari sekian banyak artis yang mencalonkan diri untuk merambah dunia politik ternyata hanya ingin coba-coba! Hal ini terungkap dalam wawancara sejumlah artis di beberapa infotement. Di sana diungkapkan bahwa mereka ingin belajar dan mengetahui politik di Indonesia lewat terjun langsung di dunia politik. Lihat mereka hanya menganggap politik di Indonesia sebagai kelas percobaan. Lebih parah lagi bila politik di Indonesia hanya mereka anggap sebagai tempat yang nyaman untuk icip-icip. Nyaman karena enak, dapet uang banyak. Bayangkan saja, belajar tapi dapet duit. Ga Cuma dikit...tapi buuuaannyak banget.... Icip-icip karena mereka hanya ndulit-ndulit ( jawa: coba-coba), kalau enak di terusin, kalau tidak dilepeh (jawa: dimuntahkan). Dari sini nampak bahwa bukan hanya politikus yang berjiwa busuk tapi juga calon Politikus!
Caleg harusnya jual prestasi
Sepantasnya politik di Indonesia bukan sekedar mainan! Baik bila lahan politik di Indonesia menjadi lahan untuk menerapkan ilmu. Sebenarnya selain modal materi dan pendukung, para politikus ataupun calon politikus memiliki modal berpolitik. Dari sana mereka bisa semakin mengembangkan atau malah memperbaiki politik di Indonesia yang terlanjur carut marut ini. Bukan malah membuat semakin hancur lebur, kacau-balau, remuk-redam, hina-dina, miskin-papa, tiada guna. Ya, para caleg harusnya menjual prestasi, bukan jual nama ataupun tampang. Caba lihat baliho-baliho atau pamflet Caleg yang kini tersebar di setiap sudut kota. Disana hanya tertera nama diri, nama partai, selogan-selogan, dan juga kata-kata penuh bualan. Tonggo Dewe... Alim, bersaharja, membela orang kecil... Dukung Arek Malang... titipkan harapanmu di pundakku... Gombal! Itu hanya kata-kata pemikat! Padahal yang dibutuhkan adalah pengalaman dan prestasi. Kalau mereka menyertakan prestasi-prestasi mereka saya yakin banyakorang lebih percaya dan yakin! Masyarakat tidak perlu menebak nanti bagaimana... namun masyarakat justru akan berharap akan hidup yang lebih baik di kemudian hari. Sekali lagi prestasi yang pernah dicapai oleh para (calon) politikus merupakan modal dan bukti nyata yang amat sangat berguan baik bagi politikus itu maupun bagi masyarakat yang akan memilihnya. Bukan obral janji, bukan obral diri tapi obral prestasi.
Caleg (mantan) gubernur/pemimpin daerah
Sempat terlintas di benak saya bagaimana kalau caleg itu (mantan) gubernur/pemimpin daerah? Ya, saya rasa ini pemikiran yang baik. Mengapa bisa dikatakan baik? Ada beberapa alasan yang mendukungnya:
1.Prestasi mereka dapat disaksikan dan terbukti jelas lewat kinerja mereka memimpin suatu daerah. Atau daerah itu berkembang atau daerah itu merosot dapat dipantau oleh masyarakat, minimal masyarakat di mana (mantan) gubernur/pemimpin daerah itu berkarya.
2.Soal pendukung? Jikalau kinerja dalam pemerintahan daerah berjalan baik, yakinlah bahwa masyarkat akan mendukungnya. Sekali lagi tergantung prestasi! Selain itu diandaikan masyarakat juga lebih mengenal wakilnya. Setidak-tidaknya lebih familiar dari pada para caleg yang sama-sekali tidak dikenal dan baru-baru ini saja muncul
3. Lebih dekat dengan masyarakat. Pengalaman sebagai gubernur sedikit banyak pasti akan membawa gubernur (pemimpin daerah) dekat dengan masyarakat. Dengan demikian aspirasi masyarakat lebih mudah tersalurkan. Selain itu (mantan) gubernur/pemimpin daerah dirasa lebih mengerti permasalahan masyarakat.
4.Tidak mengutamakan kepentingan partai. Dengan adanya anggota legislatif dari (mantan) gubernur/pemimpin daerah maka kecenderugan untuk menge-gol-kan kepentigan partai bisa ditekan. Kepentigan partai akan berganti dengan kepentingan daerah. Memang diharpakan yang terjadi adalah adanya kepentingan bersama dalam taraf nasional. Namun, bila dibandingkan dengan kepentingan partai, menge-gol-kan kepentigan daerah lebih menguntungkan orang banyak. Selian itu hasilnya pasti nampak pada perkembangan daerah-daerah
5.Punya tanggungan masyarakat. Dalam berkerja sebagai anggota legislatif para (mantan) gubernur/pemimpin daerah lebih memiliki tanggung jawab yang besar akan masyarakat yang mendukungnya. Hal ini dikarenakan sudah jelas siapa yang mengantarnya untuk duduk di kursi legislatif. Berbeda dengan caleg yang ada sekarang ini, karena mereka tidak tahu siapa-siapa saja yang mendukungnya. (Mantan) Gubernur/pemimpin daerah pasti mengerti bahwa sebagian besar masyarakat di daerah mendukungnya.
6. Aspirasi daerah-daerah luar jawa bisa lebih didengarkan. Dengan adanya caleg dari daerah-daerah berarti jembatan aspirasi masyarakat semakin jelas dan dekat. Dengan demikian aspirasi masyarakat desa semakin mudah didengarkan oleh pemerintah pusat.
7. Jumlah caleg bisa ditekan. Dalam PEMILU kali ini ada ribuan caleg yang sama sekali asing bagi kita. Namun, dengan adanya caleg dari (mantan) gubernur/pemimpin daerah jumlah caleg bisa ditekan. Bahkan bila perlu tidak perlu diadakan Pemilu untuk legislatif! Mungkin bisa dipakai jalan satu periode caleg ialah setelah (mantan) gubernur/pemimpin daerah menjabat sebagai (mantan) gubernur/pemimpin daerah.
8.Kebijakan No.7 sekiranya membawa tiga dampak positif. Pertama anggaran pemilu bisa berkurang. Kedua, adanya regenerasi baik di daerah maupun di legislatif setiap 1 periode. Ketiga, diharapkan muncul kesadaran dari masyarakat agar tidak memilih secara asal-asalan.
Jumlah partai (demokrasi, utamakan dialog, mudahnya pengaturan)
Dalam 2 pemilu terakhir ini politik di Indonesia kembali di warnai oleh munculnya beberapa partai baru. Paling tidak pada 2 pemilu terekhir selalu muncul partai-partai baru. Munculnya partai-partai baru tersebut di tumpangi oleh faham demokrasi dan kebebasan berpolitik. Namun, benarkah demikian? Fenomena munculnya banyak partai bukanlah hal yang baru di ranah politik Indonesia. Pada awal-awal pemilu Indonesia juga memiliki puluhan partai. Hingga pada suatu ketika di lancarkan gerakan utnuk menyatukan partai-partai. Partai-partai islam yang ada pada saat itu misalnya degabungkan menjadi partai persatuan pembanguan; partai yang bersifat nasionalis bergabung menjadi satu menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Rasa-rasanya kita tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Sebanrnya baik jikalau kita mau mencari alasan dibalik keputusan itu. Namun, yang terjadi sekarang adalah kemunduruan. Kita kembali lagi kejaman politik puluhan tahun silam. Memang nampaknya nilai demokrasi dijunjung tinggi dari gerakan ini. Tapi lihat apa yang nampak di baliknya:
1. Banyknya partai berarti tidak adanya kemampuan dan kemauan untuk berdialaog. Menyatukan visi-misi. Memang adanya banyak partai bertujuan untuk menyalurkan aspirasi serta visi-misi yang bermacam-macam. Namun, apakah visi-misi itu tidak bisa disatukan (bukan disamakan!). toh juga nantinya mengarah pada tujuan untuk mengembangkan bangsa dan negara.
2.Banyaknya partai mau tidka mau akan menimbulakan banyak pendapat! Memang adanya banyak pendapat itu tidak salah dan memang tidak bisa dipungkiri. Namun, dengan adanya banyak partai maka akan timbul juga banyak konflik dan persaingan. Kalau itu yang terjadi samapai kapan kita bisa maju dan berkembangh kalau sehari-hari dilalui dengan persaingan dan konflik. Mungkin memang bisa maju, namun yang terjadi ialah, “maju selangkah mundur dua langkah!”
uupss..ada dua pemikiran lagi yang belum terselesaikan..apa daya isi perut sudah terkuras habis..dan baunya..adduhh...hai...mantap.... sabar menunggu dua pemikiran berikutnya minggu depan...bakal membahas ttg:
1. Bersyukur ada banyak caleg, banyak partai, dan syukur atas pilkada
2. DPR mmg resprsentatif bangsa (konflik, tidur, malas).