Kisah Om Angger

Om Angger datang untuk Anda. dapatkan renungan, sharing-sharing menarik, opini dan brita-brita dari lingkungan seputar saya

Mengenai Saya

Foto saya
Ga' rugi Kamu kenal ama aku, cowo kece dengan perut tambun yang doyan fotografi dan cinematografi(bisa-bisa kamu jadi model foto atau bintang filmku). Dulu aku sempet juga ikut seminarium Symphoni Orkestra pegang timpani, juga terdaftar sebagai dewan pendiri koran Seminari(Jendela) sebagai fotografer. Sampe sekarang masih terdaftar sebagai calon IMAM. maunya......




Teks yang kali ini aku renungkan merupakan teks yang amat sangat familiar. Namun, aku yakin banyak makna yang ada di dalamnya. Saat merenungkan teks ini, aku membawanya pada situasi hidup di seminari. Aku membayangkan ada dua kelompok frater di seminari ini. Pertama, kelompok frater bungsu ialah mereka yang taat pada peraturan seminari. Kelompok kedua ialah kelompok frater sulung yang tidak taat pada peraturan seminari.
Pada saat merenungkan teks ini, aku perlahan-lahan dibawa untuk merasakan apa yang dirasakan oleh kelompok si bungsu. Aku merasakan bagaimana rasa tidak suka dan sakit hati saat kelompok si bungsu yang tidak taat di seminari namun masih bisa hidup di seminari. Sebenarnya mereka bukan saja tidak taat, mereka bahkan memang sudah tidak ingin jadi imam, namun sekali lagi, mereka tetap bisa tinggal di seminari. Segala tindakan mereka di seminari aku pandang sebagai usaha untuk bertahan hidup, maksudnya agar bisa makan tiga kali, dan mendapat tempat istirahat yang nyaman. Pertanyaan besar muncul di batinku “mengapa mereka masih saja dibiarkan hidup di seminari?”
Namun, saat aku renung-renungkan lagi aku di bawa pada sebuah kesadaran bahwa aku juga sebenarnya berada di kelompok frater bungsu. Banyak tindakkanku yang sebenarnya merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan seminari. Namun, kenapa aku masih diijinkan tinggal di sini? Tapi memang kelompok frater bungsu ini benar-benar menjadi batu sandungan bagi kelompok frater sulung. Aku membayangkan (dan memang aku mengalami dalam relitas) bahwa muncul pikiran dari kelompok sulung “Ngapain juga aku harus taat pada aturan seminari, tokh mereka yang tidak taat pada peraturan seminari mendapat hak yang sama dengan aku, yang (lebih) taat! Mereka bisa makan tiga kali sehari serta mendapat tempat tinggal yang nyaman. Tidak ada bedanya bukan? Bahkan mereka lebih hidup enak dengan HP, teman-teman cewe yang banyak, tidak ada beban kendati sering tidak ikut misa dan kegiatan komunitas dan segala bentuk kenikmatan yang lain (kendati tidak sesuai dengan cara hidup komunitas seminari). Lebih baik aku hidup seperti kelompok bungsu. Ya, mereka masih boleh diijinkan hidup di seminari ini.”
Pada permenungan lain aku menemukan jawaban mengapa mereka diijinkan tinggal di seminari ialah bahwa Bapa (dalam hal ini Staff atau Allah Bapa) ingin melihat adanya perubahan dari kelompok frater bungsu. Bapa ingin bahwa si bungsu berubah saat masih frater dan akhirnya bisa kembali menjadi frater yang taat, menjadi frater kelompok sulung. Sebab apa artinya jika perubahan mereka menjadi baik terjadi saat mereka tidak lagi ada di seminari. Perubahan itu lepas dari waktu. Sebab Bapa selalu setia dan menanti si Bungsu kembali ke jalan yang benar. Bagi aku sendiri, akupun sadar bahwa aku harus kembali pada Bapa, karena ia telah menanti kedatanganku.

Dalam injil banyak dikisahkan ttg pristiwa di mana Yesus menunjukan kuasanya sebagai anak Allah. Kuasa tersebut nampak dari beberapa peristiwa misalnya, Yesus menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, dan mukjizat-mukjizat lainnya. Sayangnya, hampir semua mukjizat tersebut tidak disukai oleh petinggi-petinggi agama di Yahudi. Ini yang membuat saya bertanya-tanya, kenapa orang berbuat baik malah dilarang, dibenci, hingga akhirnya diftnah dan menjadi musuh publik? Apa mungkin para petinggi tersebut takut otoritasnya tersaingi Yesus? Pertanyaan ini yang terus menerus saya dengung-dengungkan dalam renungan kali itu.
Beberapa pristiwa menakjubkan tersebut memang terjadi saat hari Sabat. Hari yang dianggap orang Yahudi sebagai hari yang kudus, dimana Tuhan bersitirahat setelah 6 hari melakukan karya penciptaan. Hari Sabat, bagi orang Yahudi, menjadi waktu yang tepat untuk menguduskan satu hari bagi Tuhan. Pada hari itu, orang Yahudi tidak mengijinkan setiap warganya untuk berkativitas selain untuk memuji Tuhan. Saya rasa inilah titik tolak dimana orang Yahudi tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh Yesus. Mungkin memang ada rasa ketakutan dari para petinggi Yahudi bila otoritas mereka disaingi oleh Yesus. Namun, saya rasa lebih tepat bahwa mereka terlalu kolot untuk mempertahankan adat. Mereka lupa akan tujuan hari Sabat yang sebenarnya digunakan sebagai waktu yang tepat untuk memuji Allah. Lihat, bukankah dengan melakukan mukjizat-mukjizat tersebut nama Tuhan justru semakin dimuliakan. Karena apa? Karena Yesus melakukan itu semua dalam nama Allah.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul ialah kenapa juga Yesus melakukannya pada hari Sabat, padahal Yesus mengerti akan hukum yang berlaku? Untuk pertanyaan ini saya rasa Yesus ingin mengubah image orang Yahudi tentang hari Sabat. Bahwa Tuhan hanya berkerja pada hari pertama sampai keenam saja bagi Yesus ialah pemikiran yang merendahkan Allah. Saya pun merasa paradigma tersebut memperlihatkan Tuhan yang lemah. Padahal Tuhan itu Mahakuasa. Nah, dengan melakukan mukjizat pada hari Sabat, Yesus ingin membuktikan bahwa sebenarnya Tuhan tidak beristirahat pada hari ketujuh. Mukjizat pada hari Sabat sebenarnya menjadi bukti nyata bahwa Tuhan tidak pernah sekali-kali berhenti berkerja sekalipun pada hari ketujuh, hari Sabat.
Sebenarnya konflik antara petinggi agama dan pribadi-pribadi yang memiliki kemampuan lebih tersebut tidak hanya terjadi pada jaman Yesus saja. Sekarang inipun banyak terjadi dimana para petinggi gereja katolik menolak gerakan-gerakan tertentu, antara lain gerakan karismatik. Memang konflik yang terjadi tersebut tidak bisa disamaratakan. Namun, saya rasa konflik yang terjadi sekarang ini memiliki pola yang sama dengan yang terjadi dengan jaman Yesus. Petinggi gereja versus pribadi atau gerakan tertentu. Saya perbedaan mendasar antara konflik jaman Yesus dan jaman ini ialah inti konfliknya. Pada jaman ini beberapa petinggi gereja menolak adanya gerakan karismatik ialah bukan karena mereka tidak lagi beriman akan Allah. Mungkin inti konflik tersebut ialah bahwa otoritas gereja tidak setuju dengan gerakan karismatik yang terkesan ingin menunjukan karya atau kehadiran Tuhan lewat suatu hal yang luar biasa, seperti bahasa roh, kuasa penyembuhan, dll. Bagi gereja sebenarnya Tuhan juga hadir lewat hal-hal yang biasa saja. Lihat saja nabi Elia yang merasakan Tuhan dalam angin sepoi-sepoi basah, dan bukan dalam angin badai. Mungkin saya rasa, Gereja tidak ingin umatnya hanya percaya bahwa Tuhan hadir dalam tindakan-tindakan besar. Ditakutkan banyak umat yang mungkin tidak atau belum mengalami pristiwa itu malah justru tidak percaya pada Tuhan atau bahkan merasa bahwa dirinya tidak dikasihi Tuhan.
Bila memang benar hal itu yang ingin diperjuangkan gereja, saya sangat setuju dan mendukung. Dan berharap memang gereja memperjuangkan hal itu. Saya yakin, percaya dan mengimani bahwa Tuhan juga berkarya dalam hal-hal kecil. Tuhan tidak hanya berkarya pada orang-orang yang bisa bernubuat, pada orang-orang yang mendapat karunia bahasa roh, atau pada orang-orang yang memiliki kuasa penyembuhan. Iman saya meyakini bahwa Tuhan terus berkaya dalam dunia ini secara umum dan dalam diri setiap manusia secara khusus, juga termasuk dalam diri saya. Kadang saya kerap kali lebih percaya pada Tuhan lewat hal-hal besar, misalnya sentuhan rohani berdoa sampai menangis, tersentuh oleh pristiwa-pristiwa tertentu, rindu akan jamahan tuhan, ingin melihat mukjizat, dll. Padahal banyak mukjizat yang saya alami setiap hari. Mukjizat-mujizat kecil itu tidak saya sadari. Hanya dengan bernafas saya bisa bertahan hidup. Saya bisa hidup di dunia ini sampai saat ini sebenarnya merupakan mukjizat terbesar dalam sejarah hidupku. Terlalu banyak mukjizat-mujizat kecil yang aku alami seperti angin sepoi-sepoi basah tanpa aku sadari. Oleh karena itu aku kembali terdorong utnuk berdoa agar aku mampu merasakan Kristus yang hadir sebagai mukjizat dalam hari-hariku secara biasa dan sederhana. Tuhan dengarkanlah doaku. Amin


Pada awalnya, aku memandang Tuhan sebagai seorang pengamat; seorang hakim yang mencatat segala kesalahanku, sebagai bahan pertimbangan apakah aku akan dimasukkan ke surga atau dicampakkan ke dalam neraka pada saat aku mati. Dia terasa jauh sekali, seperti seorang raja. Aku tahu Dia melalui gambar-gambar-Nya, tetapi aku tidak mengenal-Nya. Ketika aku bertemu Yesus, pandanganku berubah. Hidupku menjadi bagaikan sebuah arena balap sepeda, tetapi sepedanya adalah sepeda tandem, dan aku tahu bahwa Yesus duduk di belakang, membantu aku mengayuh pedal sepeda. Aku tidak tahu sejak kapan Yesus mengajakku bertukar tempat, tetapi sejak itu hidupku jadi berubah. Saat aku pegang kendali, aku tahu jalannya. Terasa membosankan, tetapi lebih dapat diprediksi … biasanya, hal itu tak berlangsung lama. Tetapi, saat Yesus kembali pegang kendali, Ia tahu jalan yang panjang dan menyenangkan. Ia membawaku mendaki gunung, juga melewati batu-batu karang yang terjal dengan kecepatan yang menegangkan. Saat-saat seperti itu, aku hanya bisa menggantungkan diriku sepenuhnya pada-Nya! Terkadang rasanya seperti sesuatu yang 'gila', tetapi Ia berkata, “Ayo, kayuh terus pedalnya!” Kadang Aku takut, khawatir dan bertanya, “Aku mau dibawa ke mana?” Yesus tertawa dan tak menjawab, dan aku mulai belajar percaya... Aku melupakan kehidupan yang membosankan dan memasuki suatu petualangan baru yang mencengangkan. Dan ketika aku berkata, “AKU TAKUT !” Yesus menurunkan kecepatan, mengayuh santai sambil menggenggam tanganku. Ia membawaku kepada orang-orang yang menyediakan hadiah-hadiah yang aku perlukan … orang-orang itu membantu menyembuhkan aku, mereka menerimaku dan memberiku sukacita. Mereka membekaliku dengan hal-hal yang aku perlukan untuk melanjutkan perjalanan … perjalananku bersama Tuhanku. Lalu, kami pun kembali mengayuh sepeda kami. Kemudian, Yesus berkata, “Berikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang membutuhkannya; Jika tidak, hadiah-hadiah itu akan menjadi beban bagi kita.” Maka, aku pun melakukannya. Aku membagi-bagikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang kami jumpai, sesuai kebutuhan mereka. Aku belajar bahwa ternyata memberi adalah sesuatu yang membahagiakan. Pada mulanya, aku tidak ingin mempercayakan hidupku sepenuhnya kepadaNya. Aku takut Ia menjadikan hidupku berantakan; tetapi Yesus tahu rahasia mengayuh sepeda. Ia tahu bagaimana menikung di tikungan tajam, Ia tahu bagaimana melompati batu karang yang tinggi, Ia tahu bagaimana terbang untuk mempercepat melewati tempat-tempat yang menakutkan. Aku belajar untuk diam sementara terus mengayuh … menikmati pemandangan dan semilir angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahku selama perjalanan bersama Sahabatku yang setia: Yesus Kristus. Dan ketika aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan, Yesus akan tersenyum dan berkata … “Mengayuhlah terus, Aku bersamamu.”

Jiangkrriikk....

mungkin satu kata ini sangat tepat untuk mewakili hari-hariku ini. pasti anda bertanya mengapa? ada apa? bagaimana? Wooww..jika benar anda bertanya demikian..berarti Anda mmg luar biasa... pertanyaan anda tersebut pertanyaan mendasar dan sangat filosofis... nah demi menjawab kerinduan Anda saya akan menjawabnya...

Sumpah..hari-hari ini terasa sangat menyebalkan..tidak..tidak...bukan menyebalkan..tapi menyebalkan sekali... banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi.
1. sekarang ini lagi musimnya UTS! UTS Pengantar Kitab Suci Perjanjian Baru sudah lewat... tapi setelah itu... wow...banyak yang mengantri... berduyun-duyn seperti pasiennya Ponari Si Dukun Cilik.... Ada Pengantar Teologi, Kosmologi, Epistimologi... belum lagi Paper-Paper untuk UTS... ada Teologi Fundamental, Sosiologi, Filsafat Nusantara....wwwooooww....mantap...rasanya aku harus mencari toko yang menjual Otak Exsternal...

2. wwuuahhh...di saat-saat genting seperti ini..rasanya laptop merupakan lahan untuk pelarian yang paling tepat! Namun, apa yang terjadi? Laptop ini terserang Virus... Memanga ga terlalu berbahaya... tapi yang bikin jengkel itu karena antivirusnya yang ga berfungsi... andai saja anti virus itu berfungsi... nah masalah muncul lagi saat mau update antivirus tenryata semua link ke situs itu terputus... mungkin ada yang ngehack... Mcafee, AVG... ternyata tidak bisa di akses dengan baik... semua antivir ga bisa di update...hhuuaaaahhhh...

3.sumpah saat ini aku sedang terkena syndrom berbahaya... namanya HSS... Home Sick Syndrom..aku kagen rumah..hhuuaaa....mama...papa...koenyil.... aq pengen pulang....

4. ada lagi yang bikin kata2 jjuaannggkkrrrikk..bermakna.... Heaterku....pemanas air yang aku beli dengan uang 50rb..lenyab begitu saja... tanapa kabar..tanpa pesan..udah hampir 1 bulan... pulanglah heaterku... aku butuh kehadiranmu dimasa ujian seperti ini...

kira 4 alasan tersebut sudah cukup membuatku jengkel... kendati banyak alasan lain yang mendukungku untuk misuh-misuh ria saat ini... semoga ini cepat berlalu..





Minggu pagi 8 maret... tiba perut saya sakit ...bukan karena sambal, bukan karena salah makan..ini semua karena melihat iklan diri para caleg...

Caleg artis
Terpilihnya Arnold Swasieneger menjadi gubernur suatu negara bagian di Amerika Serikat secara tidak langsung mempengaruhi iklim politik di Indonesia. Arnold Swasieneger, si rambo itu menjadi inspirasi bagi sejumlah artis di indonesia. Pribadi Arnold beberapa kali dikutip oleh sejumlah artis yang memasuki dunia politik. Fenomena artis di kancah politik Indonesia di warnai oleh pribadi-pribadi seperti Rano Karno, Dede Yusuf (keduanya terbilang berhasil karena mampu memenangkan Pilkada), Saiful Jamil, Shanas Haque, Adjie Masaid, Agelina Sondakh, dll. Sebenarnya ada apa dibalik fenomena ini? Berikut beberapa alasan mengapa beberapa artis tersebut berani masuk dalam kancah politik:

1.Artis-artis yang mencalonkan diri sebagian besar merupakan artis-artis era 90-an. Lihat saja Rano Karno yang melejit lewat Si Doel Anak Sekolahan, Dede Yusuf dalam Deru Debu. Dua artis tersebut melejit lewat debutnya dalam dunia peran pada tahun 1990. Yang ingin dikatakan fakta tersebut ialah bahwa jaman kejayaan mereka ada pada tahun 1990 sedangakan tahun 2000-an bukan lagi jaman kejayaan mereka sebagai artis. Saya rasa fakta tersebut semakin kuat dengan tidak adanya wajah mereka dilayar kaca pada tahun 2000-an. Intinya di tahun 2000-an mereka telah redup. Sekarang mari kita bandingkan! Rano Karno, Dede Yusuf, Saiful Jamil, Shanas Haque, Adjie Masaid, Agelina Sondakh, merupakan sederetan nama yang jarang terdengar di era 2000-an. Nama mereka kalah dengan artis-artis baru seperti Cinta Laura, Luna Maya, Olga Saputra, Ruben Onsu serta sederetan artis lain yang sedang masyur di era 2000-an. Intinya para artis yang masuk kedalam kancah politik adalah mereka yang kalah pamor dan ingin mendapatkan kembali pamornya seperti jaman kejayaan mereka dahulu.

2.Dengan redupnya pamor mereka sudah dapat dipastikan bahwa pemasukan mereka juga berkurang. Oleh karena itu menjadi wakil rakyat atau p


ejabat pemeritahan daerah menjadi pilihan mereka. Pilihan mereka sebagai wakil rakyat bukan berasal dari kesadaran mereka akan potensi diri tapi justru berangkat dari obsesi yang tidak sehat, jabatan, penghormatan dan materi. Bila mereka mengatakan bahwa mereka ingin menjadi wakil rakyat karena mereka punya keprihatinan, saya rasa tidak hanya mereka yang memiliki keprihatinan terhadap bangsa. Saya yakin keprihatinan yang sama juga dirasakan dan dimiliki oleh tukang becak, pemulung, serta orang-orang yang kecil, lemah miskin dan tersingkir lainnya. Sekali lagi keinginan, atau lebih tepat obsesi, mereka menjadi wakil rakyat bukan berangkat dari prestasi atau keprihatinan melainkan dari rasa haus akan jabatan, penghormatan dan materi yang bakal mereka dapatkan dari obsesi tersebut.

3.Mereka berani maju karena mereka punya penggemar. Seseorang yang berani mencalonkan diri pastinya memiliki modal. Modal disini tidka hanya modal dalam bentuk materi, karena itu pasti! Modal yang lain yang tidak kalah penting ialah dukungan. Para artis tua yang melejit beberapa tahun yang lalu tersebut sudah kita ketahui bahwa mereka punya banyak penggemar. Dan pastinya para penggemar itu bisa dengan mudah mendukung idolanya. Inilah yang menyebabkan mereka semakin terdorong untuk maju. Bandingkan saja dengan saiful jamil yang beberapa saat lalu juga mencoba merambah daerah politik! Ia artis baru, pendukungnya masih sedikit, akibatnya dia gagal maju sebagai pimpinan sebuah daerah di Jawa Barat.
Caleg/politikus artis hanya belajar, bukan untuk menerapkan pengetahuan
Dari sekian banyak artis yang mencalonkan diri untuk merambah dunia politik ternyata hanya ingin coba-coba! Hal ini terungkap dalam wawancara sejumlah artis di beberapa infotement. Di sana diungkapkan bahwa mereka ingin belajar dan mengetahui politik di Indonesia lewat terjun langsung di dunia politik. Lihat mereka hanya menganggap politik di Indonesia sebagai kelas percobaan. Lebih parah lagi bila politik di Indonesia hanya mereka anggap sebagai tempat yang nyaman untuk icip-icip. Nyaman karena enak, dapet uang banyak. Bayangkan saja, belajar tapi dapet duit. Ga Cuma dikit...tapi buuuaannyak banget.... Icip-icip karena mereka hanya ndulit-ndulit ( jawa: coba-coba), kalau enak di terusin, kalau tidak dilepeh (jawa: dimuntahkan). Dari sini nampak bahwa bukan hanya politikus yang berjiwa busuk tapi juga calon Politikus!


Caleg harusnya jual prestasi
Sepantasnya politik di Indonesia bukan sekedar mainan! Baik bila lahan politik di Indonesia menjadi lahan untuk menerapkan ilmu. Sebenarnya selain modal materi dan pendukung, para politikus ataupun calon politikus memiliki modal berpolitik. Dari sana mereka bisa semakin mengembangkan atau malah memperbaiki politik di Indonesia yang terlanjur carut marut ini. Bukan malah membuat semakin hancur lebur, kacau-balau, remuk-redam, hina-dina, miskin-papa, tiada guna. Ya, para caleg harusnya menjual prestasi, bukan jual nama ataupun tampang. Caba lihat baliho-baliho atau pamflet Caleg yang kini tersebar di setiap sudut kota. Disana hanya tertera nama diri, nama partai, selogan-selogan, dan juga kata-kata penuh bualan. Tonggo Dewe... Alim, bersaharja, membela orang kecil... Dukung Arek Malang... titipkan harapanmu di pundakku... Gombal! Itu hanya kata-kata pemikat! Padahal yang dibutuhkan adalah pengalaman dan prestasi. Kalau mereka menyertakan prestasi-prestasi mereka saya yakin banyakorang lebih percaya dan yakin! Masyarakat tidak perlu menebak nanti bagaimana... namun masyarakat justru akan berharap akan hidup yang lebih baik di kemudian hari. Sekali lagi prestasi yang pernah dicapai oleh para (calon) politikus merupakan modal dan bukti nyata yang amat sangat berguan baik bagi politikus itu maupun bagi masyarakat yang akan memilihnya. Bukan obral janji, bukan obral diri tapi obral prestasi.

Caleg (mantan) gubernur/pemimpin daerah
Sempat terlintas di benak saya bagaimana kalau caleg itu (mantan) gubernur/pemimpin daerah? Ya, saya rasa ini pemikiran yang baik. Mengapa bisa dikatakan baik? Ada beberapa alasan yang mendukungnya:

1.Prestasi mereka dapat disaksikan dan terbukti jelas lewat kinerja mereka memimpin suatu daerah. Atau daerah itu berkembang atau daerah itu merosot dapat dipantau oleh masyarakat, minimal masyarakat di mana (mantan) gubernur/pemimpin daerah itu berkarya.

2.Soal pendukung? Jikalau kinerja dalam pemerintahan daerah berjalan baik, yakinlah bahwa masyarkat akan mendukungnya. Sekali lagi tergantung prestasi! Selain itu diandaikan masyarakat juga lebih mengenal wakilnya. Setidak-tidaknya lebih familiar dari pada para caleg yang sama-sekali tidak dikenal dan baru-baru ini saja muncul

3. Lebih dekat dengan masyarakat. Pengalaman sebagai gubernur sedikit banyak pasti akan membawa gubernur (pemimpin daerah) dekat dengan masyarakat. Dengan demikian aspirasi masyarakat lebih mudah tersalurkan. Selain itu (mantan) gubernur/pemimpin daerah dirasa lebih mengerti permasalahan masyarakat.

4.Tidak mengutamakan kepentingan partai. Dengan adanya anggota legislatif dari (mantan) gubernur/pemimpin daerah maka kecenderugan untuk menge-gol-kan kepentigan partai bisa ditekan. Kepentigan partai akan berganti dengan kepentingan daerah. Memang diharpakan yang terjadi adalah adanya kepentingan bersama dalam taraf nasional. Namun, bila dibandingkan dengan kepentingan partai, menge-gol-kan kepentigan daerah lebih menguntungkan orang banyak. Selian itu hasilnya pasti nampak pada perkembangan daerah-daerah

5.Punya tanggungan masyarakat. Dalam berkerja sebagai anggota legislatif para (mantan) gubernur/pemimpin daerah lebih memiliki tanggung jawab yang besar akan masyarakat yang mendukungnya. Hal ini dikarenakan sudah jelas siapa yang mengantarnya untuk duduk di kursi legislatif. Berbeda dengan caleg yang ada sekarang ini, karena mereka tidak tahu siapa-siapa saja yang mendukungnya. (Mantan) Gubernur/pemimpin daerah pasti mengerti bahwa sebagian besar masyarakat di daerah mendukungnya.

6. Aspirasi daerah-daerah luar jawa bisa lebih didengarkan. Dengan adanya caleg dari daerah-daerah berarti jembatan aspirasi masyarakat semakin jelas dan dekat. Dengan demikian aspirasi masyarakat desa semakin mudah didengarkan oleh pemerintah pusat.

7. Jumlah caleg bisa ditekan. Dalam PEMILU kali ini ada ribuan caleg yang sama sekali asing bagi kita. Namun, dengan adanya caleg dari (mantan) gubernur/pemimpin daerah jumlah caleg bisa ditekan. Bahkan bila perlu tidak perlu diadakan Pemilu untuk legislatif! Mungkin bisa dipakai jalan satu periode caleg ialah setelah (mantan) gubernur/pemimpin daerah menjabat sebagai (mantan) gubernur/pemimpin daerah.

8.Kebijakan No.7 sekiranya membawa tiga dampak positif. Pertama anggaran pemilu bisa berkurang. Kedua, adanya regenerasi baik di daerah maupun di legislatif setiap 1 periode. Ketiga, diharapkan muncul kesadaran dari masyarakat agar tidak memilih secara asal-asalan.


Jumlah partai (demokrasi, utamakan dialog, mudahnya pengaturan)
Dalam 2 pemilu terakhir ini politik di Indonesia kembali di warnai oleh munculnya beberapa partai baru. Paling tidak pada 2 pemilu terekhir selalu muncul partai-partai baru. Munculnya partai-partai baru tersebut di tumpangi oleh faham demokrasi dan kebebasan berpolitik. Namun, benarkah demikian? Fenomena munculnya banyak partai bukanlah hal yang baru di ranah politik Indonesia. Pada awal-awal pemilu Indonesia juga memiliki puluhan partai. Hingga pada suatu ketika di lancarkan gerakan utnuk menyatukan partai-partai. Partai-partai islam yang ada pada saat itu misalnya degabungkan menjadi partai persatuan pembanguan; partai yang bersifat nasionalis bergabung menjadi satu menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Rasa-rasanya kita tidak belajar dari pengalaman masa lalu. Sebanrnya baik jikalau kita mau mencari alasan dibalik keputusan itu. Namun, yang terjadi sekarang adalah kemunduruan. Kita kembali lagi kejaman politik puluhan tahun silam. Memang nampaknya nilai demokrasi dijunjung tinggi dari gerakan ini. Tapi lihat apa yang nampak di baliknya:

1. Banyknya partai berarti tidak adanya kemampuan dan kemauan untuk berdialaog. Menyatukan visi-misi. Memang adanya banyak partai bertujuan untuk menyalurkan aspirasi serta visi-misi yang bermacam-macam. Namun, apakah visi-misi itu tidak bisa disatukan (bukan disamakan!). toh juga nantinya mengarah pada tujuan untuk mengembangkan bangsa dan negara.

2.Banyaknya partai mau tidka mau akan menimbulakan banyak pendapat! Memang adanya banyak pendapat itu tidak salah dan memang tidak bisa dipungkiri. Namun, dengan adanya banyak partai maka akan timbul juga banyak konflik dan persaingan. Kalau itu yang terjadi samapai kapan kita bisa maju dan berkembangh kalau sehari-hari dilalui dengan persaingan dan konflik. Mungkin memang bisa maju, namun yang terjadi ialah, “maju selangkah mundur dua langkah!”


uupss..ada dua pemikiran lagi yang belum terselesaikan..apa daya isi perut sudah terkuras habis..dan baunya..adduhh...hai...mantap.... sabar menunggu dua pemikiran berikutnya minggu depan...bakal membahas ttg:
1. Bersyukur ada banyak caleg, banyak partai, dan syukur atas pilkada
2. DPR mmg resprsentatif bangsa (konflik, tidur, malas).

About this blog

Nah... Hari ini akan menjadi hari terhebat bagi Anda dan saya. Koq bisa? ya karena hari ini Anda telah membuka Blog saya. Saya percaya, Anda akan mendapat rahmat setelah membuka blog saya. Paling tidak itulah kebiasan saya, mendoakan orang yang mengunjugi blog saya. Selain itu kesediaan Anda membuka blok ini membuat saya bangga karena suara dan kata-kata saya dibaca orang lain....

Bolo-boloku...