Mungkin sudah banyak yang tahu
bahwa saya mau mundur... mungkin banyak juga yang tidak tahu saya mundur....
bahkan mungkin banyak yang sok tahu alasan saya mundur... tulisan ini saya buat
untuk berbagi kepada para sahabat sekalian. Juga sebagai bentuk pertangung
jawaban atas dukungan yang telah Anda berikan selama ini.
Saya ga tau dari mana datangnya
kumpulan orang yang sok tahu tentanng sebab-sebab saya keluar... ada yg bilang
karena dihukum, karena nakal terus dikeluarkan, karena masalah cewe, karena
masalah keluarga, dan karena-karena yang lain...
Para sahabat yang terkasih, 9
tahun saya hidup sebagai seorang seminaris (calon Imam). 4 tahun di Mertoyudan Magelang,
1 tahun di Tahum Rohani Celaket, dan 4 tahun terakhir di Seminari Tinggi
Malang. Sayangnya semakin lama, panggilan yang saya hidupi ini tidak semakin
mantab saya hidupi. Beberapa kali saya kepikiran untuk hidup sebagai seorang
awam. Pikiran itu terus mengusik saya. Pikirian itu jelas menganggu ritme hidup
saya di seminari. Saya pernah bertanya kepada 2 orang Imam yang cukup dekat
dengan saya, Rm. Nano, Sj dan Rm. Koko, Pr. Saya bertanya “kapan romo
benar-benar yakin dengan panggilan ini dan sama sekali tidak pernah kepikiran
lagi untuk keluar?” mereka menjawab dengan kisah masing-masing dan dengan
keterangan waktu yang jelas. Kemudian saya bertanya pada diri saya “Ngger kapan
kamu mantab dan ga kepikiran keluar lagi?” tapi saya tidak menemukan jawaban
itu.
Januari 2011
Dari dulu, penilaian banyak orang
tentang panggilan ialah “Kalo kamu bahagia hidup di seminari, berarti kamu
terpanggil!” Jujur, saya bahagia hidup di seminari. Sayangnya saya bahagia
bukan karena saya akan jadi pelayan Gereja. Saya bahagia karena banyak orang
yang mendukung dan memperhatikan saya. Saya bahagia karena kehadiran saya punya
peran dan makna bagi orang lain. Akhirnya muncuk pertanyaan besar dalam hidup
panggilan saya. “Ngger benarkah kamu bahagia saat kamu nanti jadi imam? Atau kamu
cuma bahagia karena alasan-alasan dangkal tadi? Benarkah kamu bahagia saat
harus hidup sendiri? Benarkah kamu bahgia bila kamu harus melayani umat di
pedalaman desa sana? Benarkah kamu bahagia bila suatu saat kamu menghadapi
konflik dengan umat yang kamu layani? Bagaimana kalo saat jadi imam ternyata
kamu justru tidak ada yang memperhatikan, menghargai, dan mendukung kamu,
apakah kamu juga bahagia? Ngger... kamu bener-bener bahagia menjadi seorang
Romo, Pastur, Imam, gembala, Pelayan Gereja dan Umat Allah?” pertanyaan ini
saya gumuli sepanjang 1,5 tahun terakhir. Dan akhirnya membawa saya pada
jawaban.
1.
Kebahagian
yang selama ini ada dalam diri saya adalah Kebahagiaan Semu. Saya belum sampai
pada taraf benar-benar ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati sebagai seorang
gembala.
2. Kurang
lebih 2 tahun lagi saya ditahbiskan. Saya bisa terus di seminari, menahan
sampai 2 tahun dan lalu saya ditahbiskan. Tapi... itu semua tidak menjamin saya
menjadi mantab. Saya justru berpikir, bisa-bisa keraguan saya membuat saya
mundur dari Imamat saya. Saya sangat menghargai Imamat, saya menaruh hormat
yang sangat tinggi pada imamat. Karena itu saya memutuskan mundur saat ini. Saya
tidak ingin lebih melukai Gereja, Umat dan Imamat. Saya pesan bagi mereka yang
masih sedang dan akan menjalani imamat “Iki Imamat tjah... iki dudu Dolanan”
3. Dalam
doa, refleksi, permenungan dan dalam ekaristi yang saya sambut setiap pagi,
saya selalu memohon agar Roh Kudus menuntun batin saya. Saya memohon kepada
Allah sang empunya kehidupan untuk menunjukan arah hidup saya. Saya juga
memohon kepada Yesus untuk senantiasa menemaniku dalam setiap langkah hidupku. Dan
kepada Maria Bunda Gereja aku serahkan semua permohonan, suka duka, dan keluh
kesahku. Hingga akhirnya Jumat dalam Oktaf Paskah, Saya bertemu dengan Uskup
Surabaya Mgr. V. Sutikno, Pr untuk mengutarakan pergulatan panggilan saya. Saya
melihat kekecewaan dari bapa Uskup... seseaat setelah saya memutuskan untuk
mundur... Beliau terdiam, tertunduk, lesu, tanpa suara, hanya garukan kepala...
saya tak berani angkat bicara... terdiam 5 menit hingga akhirnya beliau
menghela nafas panjang... dan berkata “yo wes mas.... kalau itu sudah
keputusanmu” Beliau nampaknya berat dengan keputusan saya. Sebelum saya
mengungkapkan niatan saya untuk mundur beliau masih menahan saya, meneguhkan
panggilan saya, meyakinkan saya untuk tetap setia dalam panggilan ini. Kebaikan
bapa Uskup saya rasakan sampai saat ini, menyekolahkan saya, menghidupi saya,
mendoakan saya dan yang tidak saya duga ialah Bapa Uskup mengijinkan saya
menyelesaikan pendidikan saya sampai tuntas baru kemudian mundur untuk pamit
dari panggilan ini. Trima Kasih bapa Uskup.
Para sahabat yang terkasih,
ijinkan dengan segala rendah hati saya Andreas Benoe Angger Putranto
mengucapkan:
Maaf, apabila keputusan ini
menyakiti Anda sekalian, maaf juga bila dalam pelayanan saya selama ini kurang
begitu berkenan, maaf bila selama ini yang nampak adalah Angger sebagai
pribadi, bukan Angger sebagai seorang calon imam. Saya juga minta maaf, kepada
Anda sekalian yang telah mendukung dan mendoakan saya selama ini, maaf karena
saya tidak mampu lagi seperti apa yang Anda inginkan. Maaf bila saya dulu
menjanjikan akan mengundang Anda untuk datang pada tahbisan saya :)
Trimakasih, atas dukungan dan doa
Anda selama ini, trima kasih atas pengertian Anda atas keputusan yang saya
ambil, trimakasih karena anda tidak percaya pada gosip-gosip murahan yang
menyebarkan alasan saya keluar, terima kasih atas kepercayaan Anda sekalian
untuk memberi saya kesempatan melayani dalam berbagai kesempatan, trimakasih
atas persahabatan, perjumpaan dan kenangan yang sempat terjalin. Anda adalah
Berkat dari Allah bagi hidup saya.
Mohon doa dan Dukungan, atas
segala keputusan yang telah saya ambil. Mohon doa dan dukungan untuk hidup saya
selanjutnya, mohon doa dan dukungan untuk kesehatan dan kesejahteraan
sahabat-sahabat saya yang sampai saat ini masih berjuang dalam menanggapi
panggilan Tuhan. Mohon doa dan dukungan Anda untuk keluarga saya yang mungkin
akan kena dampak dari keputusan ini, semoga mereka dan saya tetap setia dalam
karya pelayanan Gereja.
Sekali lagi : “Maaf, Terima Kasih
dan Mohon Doa serta dukungan” dukungan nyata Anda adalah dengan mendoakan “Doa
Calon Imam PS 183” sesaat setelah membaca ini :)
Besar harapan saya setelah ini
tidak ada lagi yang sibuk mencari gosip atau alasan tentang saya keluar...
sibuklah mencarikan pekerjaan untuk saya... Hehehe....
Pesan saya untuk kita semua....
Capek itu Biasa... kerja buat Tuhan itu Luar Biasa..... dan “jangan pernah
berkata sulit, karena Anda akan kesulitan... jangan pernah berkata gampang,
karena anda akan meremehkan.... tapi katakanlah BISA maka Anda akan meraih
Sukses... karena SUKSES itu hak Anda” dan bagi para calon Imam... Seriuslah
mengolah panggilan, mintalah pada Allah sang empunya panggilan agar Anda
sekalian dimampukan untuk jabatan Imamat “Iki Imamat!! Dudu dolanan”
akhirnya dengan penuh syukur saya katakan Saya Bahagia Dengan Keputusan Saya
Salam, Doa dan Cinta
Angger Putranto
2 tanggepan dari pembaca:
Pak Dhe, aku termasuk orang yang gag tau kalo Pak Dhe ngundurin diri. Sedikit kecewa pasti ada. Tapi seperti kata Pak Dhe, "Imamat bukan mainan". Meski gitu, still you are 1 of my friends. Doaku buat mu Pak Dhe... Berkah Dalem
Kang mas.. ^^
Jalan yang terbaik untuk dirimu bukanlah jalan yang dianggap baik menurut orang pada umumnya.
Jalan yang terbaik untuk dirimu adalah jalan yang dapat membimbingmu untuk semakin menemukan dirimu dan menjadi sebaik-baiknya dirimu sendiri secara apa adanya.
Jalan itu tidak terletak pada apa yang kau inginkan. Melainkan kata hatimu..... (Mungkin film kartun "Up" bisa membantumu untuk memahami kata2ku...
Big Hug from Me My Dear Brother... ^_^
(Entah jadi apa aku nantinya, aku tetap kurcaci ikal yang senang bermain di tanah dan terlalu jauh untuk menyibak awan dan melihat apa yang ada di baliknya)
Posting Komentar