Salah satu karya yang terkenal dari tetralogi Pramodya Ananta Toer ialah naskah Bumi Manusia. Karya yang ditulis tahun 1980 itu sekarang nyata hadir dalam kehidupan kita. Hal itu nampak dari pristiwa yang akhir-akhir ini menjadi pergunjingan berbagai pihak. Pernikahan seorang syekh kaya raya dari Semarang dengan seorang gadis remaja berumur 12 tahun merupakan penggenapan karya Pramodya.
Cerita yang terjadi dalam Bumi Manusia berawal dari Sakinem, gadis berumur 14 tahun, dinikahi oleh seorang Belanda kaya raya. Gadis yang baru 2 tahun terkahir akhil (pada umur 12 tahun) balik itu merupakan gadis desa dari keluarga yang perekonomiannya terbatas. Pernikahan Sakinem dengan tuan Mallema di usia yang sangat muda membuat ia harus rela meninggalakan keluarga dan teman-teman di kampungnya. Pernikahan itu merubah bingkai kehidupannya dari rumah gubuk menjadi istana yang mewah. Dari pernikahan itu ayahnya yang seorang juru tulis dijanjikan diangkat menjadi seorang kassier (juru keuangan perkebunan) dan mendapat uang tunai sebesar 25 Golden. Di ceritakan juga bahwa sebenarnya tuan Mallema telah mempunyai istri yang sah di negeri asalnya, Belanda. Seturut perkembangan keluarga tuan Mallema-Sakinem, Sakinem yang menjadi seorang Nyai tersebut mampu memimpin perusahaan, perkebunan dan perternakan milik Tuan Mallema.
Sedangkan yang terjadi di Semarang berawal dari Ulfa gadis berumur 12 tahun, dinikahi oleh seorang Syekh kaya raya. Gadis yang baru 2 tahun terkahir akhil balik (pada umur 10 tahun) itu merupakan gadis desa dari keluarga yang perekonomiannya terbatas. Pernikahan Ulfa dengan Syekh Puji di usia yang sangat muda membuat ia harus rela meninggalakan keluarga dan teman-teman di kampungnya. Pernikahan itu merubah bingkai kehidupannya dari rumah gubuk menjadi istana yang mewah. Dari pernikahan itu Ulfa yang baru tamat SD dijanjikan diangkat menjadi seorang General Manager. Di ceritakan juga bahwa sebenarnya Syekh Puji telah mempunyai istri yang sah di Semarang.
Dalam Jawa Pos Selasa (28/10) dikisahkan bahwa Ulfa sempat menangis saat ia berpamitan dengan guru di sekolahnya. Apakah sakinem juga menangis? Ya dalam bukunya Bumi Manusia, Pramodya menggambarkan sebuah pristiwa haru lewat tangisan sakinem dan Ibunya. Apa sebanrnya yang tersembunyi dibalik tangisan Ulfa? Kesediahan karena akan berpisah dengan guru dan teman-teman di sekolah atau kehilangan sesuatu yang lebih dalam lagi, masa remajanya? Mungkin kita perlu belajar dari buah mangga. Mangga yang masih muda kerap kali sudah dipetik. Ya, sebagian orang suka akan mangga muda. Namun, bagaimana dengan mangga yang sudah matang, pastinya yang manis rasanya? Pasti lebih banyak yang menggemarinya. Bukan maksud saya untuk menyamakan Ulfa dengan buah mangga. Namun sungguh alangkah lebih baik bila buah mangga tersebut dibiarkan dulu hidup bersama pohonnya sampai dia matang. Atau mungkin bila sudah terlanjur dipetik atau bahkan bila takut dipetik orang lain kita bisa menyimpannya sampai matang. Orang jawa memiliki istilah ‘diembu’, yaitu menyimpan mangga muda tersebut dalam timbunan beras. Mengapa beras? Beras memberikan sebuah kehangatan yang khas. Lagi pula beras merupakan simbol kesuburan dan kesejahteraan.
Sebagai lelaki normal, secara jujur saya mengakui bahwa Ulfa merupakan gadis cantik yang menampakkan daya tarik tersendiri. Memang layaklah bila Syekh Puji juga tertarik dengan Ulfa. Namun, kita perlu mengetahui motif apa di balik ketertarikkannya? Bisa jadi yang motif Syekh Puji ialah membuat Ulfa sebagai pengusaha wanita termuda di Indonesia. Kemingkinan kedua ialah syekh Puji benar-benar jatuh hati pada Ulfa. Namun, bila benar-benar cinta yang ada di balik itu semua, kiranya Syekh Puji tak ingin melihat gadis pujuaan, yang lebih pantas menjadi anaknya itu, kehilangan masa remajanya. Baik bila Syekh Puji membiarkan Ulfa mendapatkan masa remaja dan cinta yang utuh dari kedua orang tuanya terlebih dahulu. Karena bagaimana ia bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya jika ia sendiri dalam merasakan cinta orang tuanya tidak mendapatkan kepenuhan.
Oleh karena itu baik bila Syekh Puji mengijinkan Ulfa merasakan cinta dari orang tuanya sambil menyelesaikan pendidikanya serta memberi kesempatan padanya untuk menghabiskan masa remajanya bersama teman-temannya serupa dengan remaja yang lain. Itu semua tanpa menghilangkan cita-cita Syekh Puji – mungkin juga Ulfa – untuk membangun rumah tangga yang sakhinah, mawadah dan warokah. Dan menjadi tanggung jawab keluarganya bersama Syekh Puji juga masyarakat sekitar untuk ngembu Ulfa dalam kehangatan dan kesuburan cinta. Hal ini bukan saja baik bagi Ulfa namun baik juga bagi calon keluarga dan perusahaan yang akan ia hadapi jika benar ia akan menikah dengan Syekh Puji. Semoga perguncingan pernikahan dini antara Syekh Puji dengan Ulfa ini dapat segera diselesaikan dengan jalan yang terbaik bagi Syekh Puji, Ulfa serta masyarakat.
penulis ialah mahasiswa di STFT Widya Sasana Malang
0 tanggepan dari pembaca:
Posting Komentar